Rabu, 26 Agustus 2015

5 negara dengan populasi terpadat di dunia


China

Jumlah Penduduk     : 1.498.547.350 Jiwa
Luas Wilayah           : 9,596,961 km2

Rasio                       :19% dari Jumlah Penduduk Dunia
Lokasi                     : Benua Asia

2. India

Jumlah Penduduk      : 1,210,804,219 jiwa
Luas Wilayah            : 3,287,263 km2
Rasio                        : 17,2% dari Jumlah Penduduk Dunia
Lokasi                      : Benua Asia

3. Amerika Serikat (USA)

Jumlah Penduduk        : 421,218,023 jiwa
Luas Wilayah              : 9,826,675 km2
Rasio                          : 4,5% dari Jumlah Penduduk Dunia
Lokasi                        : Benua Amerika

4. Indonesia

Jumlah Penduduk      :  270,234,842  jiwa
Luas Wilayah            : 1,904,569 km2
Rasio                        : 3,5% dari Jumlah Penduduk Dunia
Lokasi                      : Benua Asia

5. Brasil

Jumlah Penduduk     : 231,109,322 jiwa
Luas Wilayah           : 8,514,877 km2
Rasio                       : 2,8% dari Jumlah Penduduk Dunia
Lokasi                     : Benua Amerika

Rabu, 19 Agustus 2015

sejarah jaka poleng


-sejarah jaka poleng

Gunung Slamet yang perkasa masih terlihat malu-malu membiru, diburu kelabu biru-biru kabut, dikejar kuning kemuning senja dibalik punggungnya. Rerumputan, kayu jati, bunga dan dedaunanya masih menggigil kedinginan, kaki-kakinya basah. Berembun. Tes… tes… tes menetes air yang semalam sampai sepertiganya masih berwujud asap-asap purba mengembara dari gunung kini menetes dari daun yang paling atas, jatuh kedaun yang paling bawah,dan tergelincirlah ia jatuh membenam ke tanah sesuai sunah-Nya.

Kesibukan sudah mulai sebelum alarm alamiah dari bengokan ayam jago yang menggaung sahut menyahut dari kaki gunung slamet hingga bibir pantai randusanga.

Kocap Kacarita, disebuah halaman belakang kabupaten Brebes Bi Ojah sedang sibuk menggaruk-garuk tanah dengan sapu lidinya, beberapa menit setelahnya sampah daun melinjo dan mangga kering terkumpul dan siap untuk dibakar.

Seorang pemuda gagah nampak berlari tersaruk-saruk oleh sarungnya masuk dari pintu belakang.

“Biiii…..” teriaknya sambil terus berlari menuju kandang kuda yang terletak sepuluh meter dipojok kanan halaman belakang kabupaten.

Ya, dialah laksito selepas sholat shubuh beginilah pekerjaanya merawat Kyai Genta kuda kesayangan Sinuwunya Gusti Kanjeng Bupati. Dia anak Pangon (Anak gembala bayaran : Ind) kesayangan Kanjeng Bupati, rapi pekerjaanya dan tekun ibadahnya. “Wah…. Ingin aku selalu melihat Laksito merawat Si Genta…” Kata-kata puas dan sanjung puji selalu Bupati berikan karena puas melihat hasil kerja Laksito.

Setelah, Kandang dan kudanya sudah selesai dibersihkan biasanya , Laksito menikmati seduhan teh poci dan kue alu-alu yang tiap hari disediakan Bi Ojah, barulah ia berangkat menuju persawahan untuk mencari rumput hijau makanan pokok untuk Kyai Genta kuda rawatanya.

“Bi… aku berangkat kesawah dulu yah…” Laksitho berpamitan dengan Bi Ojah sambil menyangkutkan dua keranjang bambu kosong wadah rumput kebahu sebelah kananya, sebuah sabit tanpa warangka (Sarung : Ind.), ia taruh disalah satu keranjang bambunya, dan hilanglah sosok Lakshito dibalik pintu gerbang pendopo kabupaten.

Ditelusurinya pematang sawah yang tanahnya masih lembab terkena embun, menuju kaki bukit wanasari yang rumputnya hijau dan lebat, setelah sampai Lakshito tanpa ragu menyabit semua rumput gajah yang tumbuh liar dikaki bukit, satu keranjang terisi penuh Lakshito pun merasa lelah.

“Glek…glek…glek….” Buah jakun Lakshito tampak naik turun mereguk air kendi yang ia bawa, dan selalu ia minum dibawah pohon besar rindang di kaki bukit wanasari.

***


Ilustrasi By. Edi Siswoyo
Angin yang mengipis sangat sepoi, keringat Lakshito yang semula lantis bercucur perlahan berhenti, rasa lelah pun berganti rasa kantuk, saat mata Lakshito mulai sayup-menyayup hampir tenggelam dalam tidurnya, ia melihat Ula Poleng (Ular Belang : Ind) besar bermahkota emas dikepalanya melintas didepanya.

Lakshito, menggerus-gerus matanya beberapa kali, setelah yakin ia sedang tidak bermimpi Lakshito mengendap-endap dari belakang, mengikuti kemana ular ajaib bermahkota emas itu akan pergi.

Langkah kelok-keloknya berhenti disebuah semak rimbun, Lakshito hanya bisa melihat ekornya yang terus bergoyah-goyah kekanan kekiri sesekali memutar.

“Wah… kenapa yah… apa ini tafsir dari mimpiku semalam, aku bertemu Raja Ular yah…?” Laksito memalingkan mukanya dan bergumam sendiri, sambil jempolnya menyaruk janggutnya.

Setelah sekian waktu Laksito terbengong sampai tak sadar ular belang bermahkota emas itu pergi dan meninggalkan selaput kulit benang-benang berwarna putih berkilau-kilau, laksito memungut sisik tua ular belang itu dan menyimpanya dikantong lalu ia mulai lagi menyelesaikan pekerjaanya mengisi penuh keranjang bambu wadah rumputnya sampai penuh.

“Huuhh…selesai juga akhirnya ” ucap laksito sambil menyeka keringat yang mengucur didahinya dengan tanganya.

Laksito pulang dengan memikul dua keranjang penuh rumput, sesekali untuk mengusir sepi laksito berdendang lagu kesukaanya, “Gambang Suling” sambil nafasnya terengah-engah :